Dan laut pun menjadi sepi..... (episode 5)
5.
Melaut
Taufan ikut melaut mencari ikan. Sebelum berangkat, Syamsul kembali
bertanya pada Taufan, apakah dia benar-benar yakin akan ikut bersamanya, karena
suasana laut malam sangat berbeda dengan siang hari dan kapal nelayan jauh
berbeda dengan kapal penyeberangan. Taufan meyakinkan kalau dia benar-benar
siap, dan berjanji tidak akan merepotkan siapa pun. Baruna mengingatkannya
untuk memakai jaket tebal.
***
Kapal
nelayan Syamsul pun mulai meninggalkan dermaga. Semakin ke tengah laut, udara
semakin dingin. Kegelapan ada di mana-mana, hanya terlihat titik-titik lampu
kapal nelayan di kejauhan. Daratan sudah tidak terlihat lagi, yang ada hanya
suara angin dan ombak. Pada suatu titik jaring dilemparkan ke laut. Beberapa
saat kemudian terdengar aba-aba untuk menariknya. Setelah jaring berhasil
ditarik, Syamsul dan yang lainnya berteriak gembira karena mendapatkan ikan
yang cukup banyak. Taufan memperhatikan bagaimana kerja Syamsul dan lainnya
yang nampak begitu bersemangat.
Baruna
dan Taufan memasukkan ikan-ikan hasil tangkapan ke dalam tong-tong yang telah
diisi oleh es batu. Syamsul dan dua orang lainnya kembali melempar jaring ke
laut.
“Ikan
apa ini?” tanya Taufan kepada Baruna sambil memegang seekor ikan panjang seperti pita
“Itu namanya ikan layur, tekstur dagingnya
agak keras tapi rasanya gurih!”
Taufan
melemparkan ikan layur yang dipegangnya ke dalam salah satu
tong, lalu mengambil seekor ikan lagi dan menunjukkannya kepada Baruna.
“Itu
ikan tenggiri, yang biasa dibuat pempek atau siomay. Biasanya akan diambil Wulan
untuk bahan membuat kerupuknya.”
“Jadi
ini yang namanya ikan tenggiri.” Taufan memperhatikannya beberapa saat, lalu
melemparkannya ke dalam tong. Kapal nelayan Syamsul bergerak semakin ke tengah,
berhenti di satu titik lagi dan kembali melemparkan jaring ikannya. Karena
belum terbiasa Taufan tertidur di dalam kapal.
***
Menjelang
pagi, kapal nelayan Syamsul mulai bergerak menuju daratan. Taufan terbangun
dari tidurnya, lalu bangkit dan menemui Baruna yang sedang berdiri di buritan
kapal.
“Bagaimana tidurmu? Apa kamu
bermimpi bertemu dengan putri duyung? Atau Dewa Neptunus? Atau bahkan monster
laut?” kata Baruna sambil tersenyum ketika Taufan sudah berdiri di sampingnya.
Taufan tersenyum, dia tidak akan
menceritakan mimpinya. Mimpi yang sama dengan bayangannya saat dia duduk di
pantai yang kemudian buyar oleh kedatangan Baruna. “Bagaimana tangkapannya?” tanyanya
mengalihkan pembicaraan. Baruna menceritakan kalau tangkapan kali ini
sangat menggembirakan.
Keduanya
berdiri terdiam, memandang jauh ke lautan lepas yang masih
gelap dengan
pikirannya masing-masing.
Menjelang shubuh kapal Syamsul
akhirnya kembali ke daratan dan bersandar di dermaga kecil, terdengar teriakan
gembiara ayah Wulan dan dua orang lainnya ketika bertemu dengan nelayan lainnya
yang sama-sama baru bersandar.
Shubuh pun berlalu, Syamsul dan yang
lainnya mulai mengeluarkan tong-tong berisi ikan hasil tangkapan mereka, Taufan
dan Baruna ikut membantunya.
“Setelah ini, apa yang mereka
lakukan?” tanya Taufan setelah selesai membantu mengeluarkan tong-tong ikan
dari kapal.
“Mereka akan membawanya ke tempat
pelelangan ikan di sana!” Bangunan menunjuk sebuah bangunan
terbuka tidak begitu jauh dari dermaga kecil. “Sebelum
dilelang mereka akan memisahkan ikan menurut jenisnya, karena biasanya masih
tercampur-campur.”
Mereka pergi ke warung makan yang
memang sudah buka sejak jam empat pagi. Ibunya Wulan
menanyakan hasil tangkapan suaminya semalam. Baruna memberitahukan bagaimana
hasil tangkapan mereka semalam. Senyum sumringah mengembang di
bibir wanita itu. Ibunya Wulan lalu menanyakan pada
Taufan tentang bagaimana pengalaman pertamanya melaut mencari ikan. Taufan
dengan semangat menceritakan pengalamannya, dia merasa sangat senang dan
terkesan.
“Kamu tidak mabuk laut?”
“Tidak Bu.”
“Wah, tidak percuma namamu Taufan,
kamu tahan berada di tengah laut saat tegah malam!”
Setelah menghabiskan tehnya, mereka
pergi ke tempat pelelangan ikan. Syamsul sudah berada di tempat tersebut.
Beberapa saat kemudian proses pelelangan berlangsung. Taufan memperhatikan
prosesnya. Sesekali dia bertanya pada Baruna.
***
Proses pelelangan berakhir, kepuasan nampak terlihat pada wajah-wajah nelayan. Syamsul
menghampiri Baruna dan Taufan dengan senyum mengembang. “Sepertinya keberadaan
kalian di kapalku semalam banyak membawa berkah,” kata Syamsul
senang, lalu mengeluarkan sejumlah uang dari saku celananya dan memberikannya
kepada keduanya. “Ini hasil kerja kalian semalam!” Baruna menerimanya dengan
senang sedangkan Taufan nampak kebingungan.
“Tapi Pak, sepertinya saya tidak
berhak menerimanya, saya hanya ikut dan tidak banyak membantu,” ujar Taufan
samba menyodorkan kembali uang tersebut kepada Syamsul.
“Aku tidak mempermasalahkan itu,
yang aku tahu semalam kamu ada di kapalku dan ikut mencari ikan! Sudah terima
saja, rezeki jangan ditolak! Apalagi ini rezeki halal!” Syamsul mendorong
tangan Taufan yang memegang uang. Taufan akhirnya menerima uang tersebut lalu
dimasukkannya dalams aku celana.
Syamsul
meminta tolong kepada Taufan dan Baruna
untuk mengambil tong ikan berisi ikan tenggiri dan juga lainnya yang sengaja
disisakan untuk diantarkan ke rumah. Ikan-ikan tersebut untuk
bahan baku kerupuk Wulan dan juga untuk membuat menu masakan di warung
istrinya.
Sesampainya di
rumah Syamsul,
mereka bertemu dengan Wulan yang langsung
menyuruhnya untuk meletakkan tong berisi ikan tersebut di dapur. Sama seperti
ibunya, Wulan menanyakan bagaimana hasil tangkapan semalam dan pengalaman pertama
Taufan melaut. Mereka pun memberikan jawaban yang sama seperti saat menjawab pertanyaan
ibunya.
Taufan memperhatikan suasana dapur
dan belakang rumah Wulan yang digunakan sebagai tempat pembuatan kerupuk ikan.
“Jadi, ini pabrik kerupukmu?” tanyanya.
Wulan tersenyum. “Terlalu jauh untuk
disebut pabrik. Ini hanya tempat pembuatan kerupuk ikan yang kecil.”
Taufan bertanya tentang pealatan-peralatan
untuk membuat kerupuk dan bagaimana prosesnya. Wulan dengan semangat
menjelaskannya satu persatu, terkadang Baruna ikut menimpalinya.
“Yah, lumayan, walaupun hanya usaha
kecil-kecilan.” Wulan berkata sambil mendorong tong berisi ikan ke tempat yang
biasa digunakan untuk memotong dan membersihkan ikan.
“Kita kalah dengan nyonya galak ini,
Fan. Dia sudah jadi bos!” ujar Baruna sambil
mengerlingkan mata pada Wulan.
“Orang galak memang cocok jadi bos!”
timpal Taufan, yang langsung disambut tawa oleh Baruna.
“Apa kalian bilang?! Aku akan bilang
pada ayahku, kalau membawa kalian melaut lagi, aku suruh menceburkan kalian ke
laut!” Wulan mengambil beberapa bongkahan kecil es batu yang diambilnya dari
tong ikan dan melemparkannya ke arah dua laki-laki didepannya. Keduanya
langsung belari keluar sambil tertawa.
***
Taufan dan Baruna kembali ke rumah
Kakek. Mereka menceritakan tentang pengalaman dan tangkapan mereka semalam.
Kakek sangat senang mendengarnya. Setelah
itu laki-laki tua itu pun pergi ke
warung makan anaknya, untuk sarapan pagi dan minum segelas teh kental lalu
pergi ke dermaga untuk melihat keadaan kapal anaknya.
Taufan
duduk di kursi tamu panjang di ruang depan. Baruna ke kamarnya dan
tidak lama kemudian keluar dengan membawa pakaian bersih. Dia bermaksud menyuruh Taufan untuk
beristirahat di kamarnyaa, karena tahu temannya pasti merasa lelah dan
mengantuk karena belum terbiasa dengan cara dan jam kerja nelayan. Dia sendiri
biasa akan tidur setelah mandi dan sarapan pagi atau di siang hari. Namun dilihatnya teman barunya tersebut sudah tertidur dengan
dengkuran halusnya di kursi panjang. Baruna tersenyum lau pergi ke belakang
untuk mandi.
***
“Selamat berjuang dengan skripsimu!”
ujar Baruna sambil tersenyum kepada Taufan yang sudah berada di atas sepeda
motornya ketika akan pulang. Taufan
tertawa. “Kalau kamu perlu bantuan, aku dengan senang hati akan membantumu.
Ingat, aku sudah pernah membuatnya dan nilaiku A plus!”
“Dengan senang hati pula aku akan
menerima bantuanmu!” Taufan meninggalkan
Baruna dan perkampungan nelayan saat matahari tepat berada di atas kepala.
***
Taufan
memperhatikan lukisan-lukisan karyanya. Setelah dari pantai
dia tidak langsung pulang ke rumah, namun ke tempat Kosim. Kosim
dan Dayat sering menyarankannya untuk mengikuti
pameran lukisan, tapi Taufan belum percaya diri untuk memamerkan
hasil karyanya karena merasa belum layak. Namun dia berjanji kalau suatu hari
nanti dia pasti akan memamerkan hasil karyanya dan membuktikan pada Papa, bahwa
dia tidak main-main dengan apa yang disebut Papa sebagai pekerjaan yang tidak
berguna tersebut. Pandangan
Taufan tertuju
pada lukisan pantai yang dibuatnya. Setelah
mengambil nafas, dia mempersiapkan alat-alat lukisnya, dan sesaat kemudian
dia sudah mulai mencorat coret kanvas.
Menjelang ashar Taufan keluar dari rumah Kosim dengan meninggalkan lukisannya di atas
penyangganya, lukisan bergambar kapal nelayan dengan orang yang sedang
melemparkan jala di atas laut di waktu malam. Lukisan kapal nelayan milik Syamsul.
***
(Baca lanjutannya di episode 6 yaaaaaaaaaaaaaaa.............)
Komentar
Posting Komentar