Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Dan laut pun menjadi sepi..... (episode 19)

19.         Kejadian Hari menjelang sore, jalanan menuju pasar sudah tidak seramai saat pagi atau siang. Baruna yang membonceng Taufan tiba-tiba minta berhenti, “Ada apa? Bukannya kita belum sampai pasar, masih sekitar dua ratus meter lagi di depan,” kata Taufan sambil menghentikan sepeda motornya. “Aku ingin melihat sesuatu,” kata Baruna sambil menunjuk pedagang kaki lima yang berjualan manik-manik. Taufan memarkir sepeda motornya dua puluh meter dari pedagang manik-manik sedangkan Baruna sudah jalan terlebih dahulu. “Menurutmu, bagus tidak?” Baruna memperlihatkan sebuah untaian kalung dari kerang berwarna putih ketika Taufan sudah berdiri di sampingnya. “Bagus!” “Sepertinya cocok buat Wulan sebagai anak pantai!” “ K amu ingin membeli kalunng untuk Wulan?” Baruna mengangguk sambil tersenyum. “Juga mamaku!” Taufan memandang Baruna dengan tatapan tidak percaya. “Kenapa kamu memandangku seperti itu Fan? Ada yang salah atau aneh?”  “Apa aku tidak salah dengar?”

Dan laut pun menjadi sepi..... (episode 18)

18.         Pamit Pagi hari Papa sudah marah-marah. Dia bermaksud mengajak Taufan untuk pergi ke kantor namun anak bungsunya tersebut ternyata sudah pergi. Mama yang ditanya tidak tahu kemana perginya, karena Taufan tidak pamit padanya. Papa kemudian menanyakannya pada Asri dan Pak Dirman. Mereka mengatakan kalau Taufan pamit pergi ke suatu tempat.             “Pagi-pagi begini memangnya dia mau pergi kemana! Pasti dia pergi ke tempat orang-orang tidak berguna itu!” tukas Papa             “Jangan asal menuduh Pa! Belum tentu Taufan pergi kesana,” ujar Mama dengan lembut untuk menenangkan hati Papa.             “Kemana lagi dia akan pergi Ma!”             “Ke rumah temannya mungkin Pa.”             Papa tidak menjawab, dengan kesal akhirnya dia berangkat ke kantor.             “Ya Tuhan, kapan mereka akan saling akur? Mereka mempunyai watak yang sama-sama keras. Aku tidak mau kejadian Badai terulang lagi!” benak Mama sambil memperhatikan kepergian Papa. ***       

Dan laut pun menjadi sepi..... (episode 17)

17.         Mencoba Sore hari, setelah menyerahkan skripsinya yang telah ditandatangani dosen pembimbingnya kepada pihak kampus, Taufan duduk sendiri di sebuah cafĂ© kecil tidak jauh dari kampusnya. Segelas minuman bersoda dan   pancake durian yang tinggal separuh ada di atas meja di depannya. Satu persoalan terselesaikan sudah, jadwal upacara wisuda pun kurang dari tiga minggu lagi. Namun persoalan lain kini di depannya, Papa memaksanya untuk bekerja di kantornya. “Apa aku harus menuruti kata Baruna dan Mas Kosim, untuk mencobanya?” benaknya berkata, lalu meneguk minuman bersodanya yang kemudian dia terbatuk-batuk . “Tapi itu pasti akan membuatku sangat tersiksa, apalagi harus berada di kantor sepanjang hari dengan baju rapi!” Taufan menghela nafasnya. “Dan Sekar! Aku pasti akan bertemu Sekar setiap hari. Aku tidak mau Papa mengiraku semakin dekat dengannya lebih dari seorang teman. Aku juga tidak ingin melambungkan harapan Sekar. Aku tidak mau membuatnya sakit hati, karena